Minggu, 28 Februari 2016

Pengertian Manusia Menurut Al-Qur’an

Definisi Manusia
Apa dan siapa sebenarnya manusia itu? Manusia adalah makhluk ciptaan Allah; ia berkembamg dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungannya; ia berkecenderungan beragama. Itulah antara lain hakikat wujud manusia yang lain ialah bahwa manusia itu adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok.


Dalam Alqur'an ada 3 kata yang digunakan untuk menunjukan arti manusia, yaitu
1. insan / ins / annas
2. basyar
3. bani adam / dzurriyat adam 


Sedangkan yang paling banyak di jelaskan dalam alquran adalah Basyar dan insan . kata Basyar menunjukan manusia dari sudut lahiriyahnya ( fisik) serta persamaanya dengan manusia seluruhnya , 

sepeti firman Allah dalam surat Al-Anbiya : 34-35
"kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad) maka apabila kamu mati apakah mereka akan kekal ? tiap - tiap yang berjiwa akan mati. kami akan menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada kami kamu dikembalikan "

kata insan digunakan untuk menunjuk manusia dengan segala totalitasnya , fisik psikis, jasmani dan rohani. di dalam diri manusia terdapat tiga kemampuan yang sangat potensial untuk membentuk struktur kerohaniahan , yaitu nafsu , akal dan rasa. 


nafsu merupakan tenaga potensial yang berupa dorongan untuk berbuat kreatif dan dinamis yang yang dapat berkembang kepada dua arah , yaitu kebaikan dan kejahatan. sebagaimana Firman Allah dalam surat as-Syam 8 :
" maka allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) esesatan dan ketakwaan "
Akal sebagai potensi intelegensi berfungsi sebagai filter yang menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah yang didorong oleh nafsu akal akan membawa manusia untuk memahami , meneliti dan menghayati alam dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuandan kesejahteraan . " akan tetapi Orang - Orang yang lalim itu mengikuti hawanafsunya tanpa ilmu pengetahuan " ( Qs Arrum : 29 )
sedangkan rasa merupakan potensi yang mengarah kepada nilai - nilai etika, estetika dan agama. " 

Sesungguhnya orang yang mengatakan : tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka berIstiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada pula berduka" (Qs Al Ahqaf : 13)
Ketiga potensi Dasar diatas membentuk Struktur kerohaniahan yang berada Di dalam diri manusia yang kemudian akan membentuk manusia sebagai insan. Konsep basyar dan insan merupakan konsep islam tentang manusia sebagai individu . Sedangkan dalam Hubungan social Alqur’an memberikan istilah Annas yang merupakan jamak dari kata insane dan perwujudan kualitas keinsanian manusia ini tidak terlepas dari konteks sosialnya dengan lingkungan.

Proses Pembentukan Manusia
Di dalam Alqur’an Proses kejadian Manusia dapat di jelaskan sebagai berikut :
Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, ( Qs Al Hijr : 28 )
Dari segumpal tanah lalu menjadi nutfah ( didalam rahim ), segumapl darah, segumpal daging, tulang dibungkus dengan daging dan akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna (Qs Almukminun ; 12-14 )
Ditiupakn Ruh (Qs Alhijr : 29 )
Sebelum ruh ditiupkan , ketika masih di alam ruh manusia telah berjanji mentauhidkan Allah (Qs Al A’raf : 172 )


Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsure kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.


Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, umumnya dipahami secara lahiriah. Hal ini itu menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah, dengan asumsi karena Tuhan berkuasa , maka segala sesuatu dapat terjadi.


Akan tetapi ada sebagian umat islam yang berpendapat bahwa Adam bukan manusia pertama. Pendapat tersebut didasarkan atas asumsi bahwa:
Ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah tidak berarti bahwa semua unsure kimia yang ada dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Hal itu seperti pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan bahan makanannya dari tanah, karena tidak semua unsur kimia yang ada dalam tanah ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi sebagian saja. Oleh karena itu bahan-bahan pembuk manusia yang disebut dalam al-Quran hanya merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam al-Quran , hanya merupakan petunjuk dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu ammonia, menthe, dan air terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan istilah “Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia). Sedangkan kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar , maka maksudnya adalah bahwa proses kejadiannya melalui oksidasi pembakaran. Pada zaman dahulu tenaga yang memungkinkan terjadinya sintesa cukup banyak dan terdapat di mana-mana seperti panas dan sinar ultraviolet.


Ayat yang menyatakan ( zahir ayat ) bahwa jika Allah menghendaki sesuatu jadi maka jadilah ( kun fayakun ), bukan ayat yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki Allah pasti akan terwujud seketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara kalimat kun fayakun dengan kun fa kana. Apa yang dikehendaki Allah pasti terwujud dan terwujudnya mungkin saja melalui suatu proses. Hal ini dimungkinkan karena segala sesuatu yang ada didunia juga mengalami prosi yang seperti dinyatakan antara lain dalam surat al-A’la 1-2 dan Nuh 14.


Jika diperhatikan surat Ali Imran 59 dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan Isa seperti proses penciptaan Isa seperti proses penciptaan Adam, maka dapat menimbulkan pemikiran bahwa apabila isa lahir dari sesuatu yang hidup, yaitu maryam, maka Adam lahir pula dari sesuatu yang hidup sebelumnya. Hal itu karena kata “tsumma” yang berarti kemudian, dapat juga berarti suatu proses.
Perbedaan pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau tidak, diciptakan langsung atau melalui suatu proses tampaknya tidak akan ada ujungnya karena masing-masing akan teguh pada pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa diperpanjang, jangan-jangan hanya akan menghabiskan waktu dan tidak sempat lagi memikirkan tentang status dn tugas yang telah ditetapkan Allah pada manusia al-Quran cukup lengkap dalam memberikan informasi tentang itu.
Untuk memahami informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimi, biologi, dan lain-lainnya perlu dilibatkan, agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara harfiah. Yang perlu diingatkan sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan menjadi khalifah ( pemilih atau penerus ajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam al-baqarah 30. kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah. Kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubunkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah.


Perlu diingat bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu dipercaya untuk memimpin umat islam. Pada waktu itu beliau mengucapkan inni khalifaur rasulillah, yang berarti aku adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya setelah diangkat oleh umat islam, abu bakar antara lain menyatakan “selama saya menaati Allah, maka ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang , maka luruskanlah saya”. Jika demikian pengertian khalifah, maka tidak setiap manusia mampu menerima atau melaksanakan kekhalifahannya. Hal itu karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang mau memilih ajaran Allah.


Dalam penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsur sebagai kelengkapan dalam menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut ialah : jasad ( al-Anbiya’ : 8, Shad : 34 ). Ruh (al-Hijr 29, As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain); Nafs (al-Baqarah 48, Ali Imran 185 dan lain-lain ) ; Aqal ( al-Baqarah 76, al-Anfal 22, al-Mulk 10 dan lain-lain); dan Qolb ( Ali Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat 84 dan lain-lain ). Jasad adalah bentuk lahiriah manusia, Ruh adalah daya hidup, Nafs adalah jiwa , Aqal adalah daya fakir, dan Qolb adalah daya rasa. Di samping itu manusia juga disertai dengan sifat-sifat yang negatif seperti lemah ( an-Nisa 28 ), suka berkeluh kesah ( al-Ma’arif 19 ), suka bernuat zalim dan ingkar ( ibrahim 34), suka membantah ( al-kahfi 54 ), suka melampaui batas ( al-‘Alaq 6 ) suka terburu nafsu ( al-Isra 11 ) dan lain sebagainya. Hal itu semua merupakan produk dari nafs , sedang yang dapat mengendalikan kecenderungan negatif adalah aqal dan qolb. Tetapi jika hanya dengan aqal dan qolb, kecenderungan tersebut belum sepenuhnya dapat terkendali, karena subyektif. Yang dapat mengendalikan adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari Allah. Kemampuan seseorang untuk dapat menetralisasi kecenderungan negatif tersebut ( karena tidak mungkin dihilangkan sama sekali ) ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menyerap dan membudayakan wahyu.


Berdasarkan ungkapan pada surat al-Baqarah 30 terlihat suatu gambaran bahwa Adam bukanlah manusia pertama, tetapi ia khalifah pertama. Dalam ayat tersebut, kata yang dipakai adalah jaa’ilun dan bukan khaaliqun. Kata khalaqa mengarah pada penciptaan sesuatu yang baru, sedang kata ja’ala mengarah pada sesuatu yang bukan baru,dengan arti kata “ memberi bentuk baru”. Pemahaman seperti ini konsisten dengan ungkapan malaikat yang menyatakan “ apakah engkau akan menjadikan di bumi mereka yang merusak alam dan bertumpah darah?” ungkapan malaikat tersebut memberi pengertian bahwa sebelum adam diciptakan, malaikat melihat ada makhluk dan jenis makhluk yang dilihat adalah jenis yang selalu merusak alam dan bertumpah darah. Adanya pengertian seperti itu dimungkinkan, karena malaikat tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan, sebab yang tahu apa yang akan terjadi dimasa depan hanya Allah.


Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses terciptanya manusia dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari tulang sulbi, alaqah, berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke dunia setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat berserak, tetapi dengan bantuan ilmu pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan demikian, pemahaman ayat akan lebih sempurna jika ditunjang dengan ilmu pengetahuan.
Oleh karena al-Quran tidak bicara tentang manusia pertama. Biarkanlah para saintis berbicara tentang asal-usul manusia dengan usaha pembuktian yang berdasarkan penemuan fosil. Semua itu bersifat sekedar pengayaan saint untuk menambah wawasan pendekatan diri pada Allah. Hasil pembuktian para saintis hanya bersifat relatif dan pada suatu saat dapat disanggah kembali, jika ada penemuan baru.


Tujuan Hidup Manusia
Sebagai makhluk yang paling sempurna yang telah diciptakan oleh allah didunia, peranan manusia dalam kehidupan di bumi tentulah sangat vital. oleh karena itu dalam hidup manusia memiliki banyak sekali tujuan. Adapun tujuan - tujuan tersebut dapat dikelompokan menjadi dua 
dilihat dari arahnya, dibedakan menjadi :
Tujuan Hidup vertikal : Mencari ridho Allah (QS Al- Baqoroh 207)
Tujuan hidupo horizontal :
bahagia di dunia dan akhirat
rahmat bagi semua manusia dan seluruh alam ( Al anbiya' : 107)
Dilihat dari segi lingkunganya : 
tujuan hidup pribadi ( albaqoroh 22)
tujuan hidup anggota keluarga ( Arrum : 21)
tujuan hidup anggota lingkungan ( Al a'rof : 96 )
tujuan hidup warga negara / Bangsa ( Saba' : 15 )
tujuan hidup warga dunia ( Al qashas : 77 )
tujuan hidup alam semesta ( al anbiya : 107)


1. Tanggungjawab Manusia Sebagai Hamba.
Allah SWT dengan kehendak kebijaksanaanNya telah mencipta makhluk-makhluk yang di tempatkan di alam penciptaanNya. Manusia di antara makhluk Allah dan menjadi hamba Allah SWT. Sebagai hamba Allah tanggungjawab manusia adalah amat luas di dalam kehidupannya, meliputi semua keadaan dan tugas yang ditentukan kepadanya.
Tanggungjawab manusia secara umum digambarkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis berikut. Dari Ibnu Umar RA katanya; “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

“Semua orang dari engkau sekalian adalah pengembala dan dipertanggungjawabkan terhadap apa yang digembalainya. Seorang laki-laki adalah pengembala dalam keluarganya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Seorang isteri adalah pengembala di rumah suaminya dan akan ditanya tentang pengembalaannya.Seorang khadam juga pengembala dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Maka semua orang dari kamu sekalian adalah pengembala dan akan ditanya tentang pengembalaannya.”
(Muttafaq ‘alaih)

Allah mencipta manusia ada tujuan-tujuannya yang tertentu. Manusia dicipta untuk dikembalikan semula kepada Allah dan setiap manusia akan ditanya atas setiap usaha dan amal yang dilakukan selama ia hidup di dunia. Apabila pengakuan terhadap kenyataan dan hakikat wujudnya hari pembalasan telah dibuat maka tugas yang diwajibkan ke atas dirinya perlu dilaksanakan.

2. Manusia Sebagai Khalifah Allah.
Antara anugerah utama Allah kepada manusia ialah pemilihan manusia untuk menjadi khalifah atau wakilNya di bumi. Dengan ini manusia berkewajipan menegakkan kebenaran, kebaikan, mewujudkan kedamaian, menghapuskan kemungkaran serta penyelewengan dan penyimpangan dari jalan Allah.

Firman Allah SWT :
Artinya :
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: Sesungguhnya Aku jadikan di bumi seorang Khalifah. Berkata Malaikat: Adakah Engkau hendak jadikan di muka bumi ini orang yang melakukan kerusakan dan menumpahkan darah, sedangkan kami sentiasa bertasbih dan bertaqdis dengan memuji Engkau? Jawab Allah: Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” 
(Al-Baqarah:30)

Di kalangan makhluk ciptaan Allah, manusia telah dipilih oleh Allah melaksanakan tanggungjawab tersebut. Ini sudah tentu kerana manusia merupakan makhluk yang paling istimewa.
Firman Allah SWT :
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah kemukakan tanggungjawab amanah (Kami) kepada langit dan bumi serta gunung-ganang (untuk memikulnya), maka mereka enggan memikulnya dan bimbang tidak dapat menyempurnakannya (kerana tidak ada pada mereka persediaan untuk memikulnya); dan (pada ketika itu) manusia (dengan persediaan yang ada padanya) sanggup memikulnya. (Ingatlah) sesungguhnya tabiat kebanyakan manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula membuat perkara-perkara yang tidak patut dikerjakan.”   (Al-Ahzab: 72)


Dua Potensi Dasar Manusia
Tiga ayat di bawah ini adalah ayat-ayat yang terdapat dalam Surat At-Tiin (keseluruhannya terdiri atas delapan ayat). Tiga ayat sebelumnya (ayat 1 – 3) adalah berupa sumpah Allah, (demi buah Tin, buah Zaitun, bukit Sinai, dan kota Makkah yang aman), yang mengokohkan kebenaran atas ayat berikutnya. Adapun ayat yang dimaksud yakni ayat 4 – 6 adalah sbb:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (At-Tiin; 95 :  4 – 6)
Dari ketiga ayat yang dikutip di atas sekurang-kurangnya kita dapat memahami enam hal, yaitu:
Telah diciptakan manusia itu dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Sebagai obyek penciptaan, manusia itu adalah suatu maha-karya (master piece).
Sebagai suatu maha karya, manusia sebagai obyek penciptaan secara intrinsik mengandung nilai-nilai tinggi yang terpuji.
Nilai-nilai tinggi dan terpuji yang sudah built-in dalam penciptaan manusia, harus diaktifkan agar menjadi suatu realita,
Namun manusia juga berpotensi untuk jatuh derajatnya, bilamana nilai-nilai tinggi yang sudah terkandung dalam penciptaannya tidak diaktifkan.
Cara untuk mengaktifkan nilai-nilai tinggi tersebut adalah dengan melalui iman dan amal saleh,  Iman dan Amal Saleh adalah dua piranti yang sangat dibutuhkan untuk mengaktifkan potensi menjadi mulia.
Mereka yang mengaktifkan potensinya untuk menjadi mulia (melalui iman dan amal saleh) tidak saja akan menjadi baik dan terpuji (di sisi Allah maupun di sisi manusia), bahkan juga akan diberi bonus berupa pahala yang berkepanjangan.


Secara sederhana keenam pemahaman tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
Pilihan (untuk menjadi hina atau mulia) berada pada kita. Kalau pilihan kita mau menjadi mulia, ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu beriman dan melakukan amal saleh. Mereka yang beriman dan beramal saleh berarti telah mengaktifkan potensinya untuk menjadi mulia. Dan mereka yang potensi kemuliaannya sudah aktif akan diberikan oleh Allah SWT pahala yang tidak putus-putusnya (sehingga akan menjadi tambah mulia).


Bagi mereka yang tidak mengaktifkan potensinya untuk menjadi mulia, artinya tidak beriman dan tidak melakukan amal saleh, dengan sendirinya (secara otomatis) sudah mengaktifkan potensinya untuk menjadi hina. Dan mereka sungguh termasuk golongan orang yang merugi. Hal ini kiranya dapat lebih mudah difahami dengan mencermati contoh sederhana berikut:
Sebidang lahan yang subur mempunyai potensi untuk menghasilkan tanaman yang bermanfaat atau menghasilkan tanaman liar yang tidak bermanfaat. Dengan menggarap lahan tersebut secara baik dan menanam bibit tanaman yang baik, secara otomatis kita telah mengaktifkan potensinya untuk menghasilkan. Namun bilamana lahan tersebut tidak digarap dan tidak ditanami dengan baik, dengan sendirinya akan aktif potensinya untuk menghasilkan tanaman liar yang tidak bermanfaat. Pilihan  apakah kita akan memperoleh hasil tanaman yang bermanfaat atau rerumputan yang tidak bermanfaat, sepenuhnya terletak pada kita.


Agar manusia menjadi beriman dan beramal saleh (dua piranti yang akan mengaktifkan potensi manusia untuk menjadi mulia), dengan penuh kasih sayang dan keadilan,  Allah telah mengutus Muhammad SAW sebagai Rasul yang bertugas memberikan khabar gembira dan peringatan bagi kita ummat manusia.
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Saba’; 34 : 28).
Singkatnya, agama Islam yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya Muhammad SAW, adalah merupakan seperangkat petunjuk (pedoman; manual) bagi kita untuk merealisasikan potensi untuk menjadi mulia, dan mencegah munculnya potensi untuk menjadi hina.


Dengan demikian, maka sangatlah rasional dan logis, kalau kita selalu berupaya untuk menambah keimanan dan memperbanyak amal saleh. Meningkatkan keimanan, yang diikuti dengan amal saleh, merupakan satu-satunya  jalan untuk menuju ke kemuliaan. Mereka yang tidak berupaya untuk meningkatkan keimanan dan amal salehnya, akan mengalami kerugian seperti diisyaratkan oleh Allah SWT dalam ayat-ayat berikut ini:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Al ‘Ashr;  103 : 1 – 3)
Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka, dan benar-benar akan Kami beri  mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.(Al-Ankabut; 29 : 7)


Semoga, dengan rahmat Allah, kita termasuk golongan orang yang beriman dan melakukan amal shaleh, dan semoga kita semua senantiasa berada di jalan yang lurus, yang membawa pada keberuntungan dan kemuliaan. (SYB).-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar